Salam Lintas Agama Toleransi yang Dilarang?

Heterogenitas masyarakat Indonesia menuntut adanya toleransi dan inklusifitas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam kehidupan beragama. Untuk itu, berbagai improvisasi dan inovasi dalam toleransi diwujudkan. Meskipun demikian, Islam tidak secara mutlak melegitimasi setiap jenis inovasi (bid`ah).

Syekh Izzuddin bin Abdissalam dalam Qawā`id al-Aḥkām fī Maṣāliḥ al-Anām, mendefinisikan bid`ah sebagai:

فعل ما لم يعهد في عهد رسول الله

Artinya: “Melakukan sesuatu yang belum pernah dijumpai di masa Rasulullah saw.”


Syekh Izzuddin mengklasifikasikan bid`ah ke dalam lima jenis hukum; wajib, haram, mandub, makruh, dan mubah.


Salah satu praktik bid`ah dalam toleransi adalah salam lintas agama yang dilakukan oleh para pejabat. Salam ini dimaksudkan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama. 


Namun, praktik salam lintas agama menimbulkan polemik di kalangan umat Islam. Ada yang membolehkan, ada juga yang menentang. Perdebatan mengenai salam lintas agama seringkali tidak dimulai dengan menyepakati maall an-nizā` (inti perdebatan) sehingga pembahasannya melebar (intisyār al-kalām).


Kebolehan salam lintas agama berpijak pada terwujudnya kerukunan antar umat beragama. Tentu, mewujudkan kerukunan adalah tujuan yang baik. Karena tujuan yang baik tersebut, maka perantaranya juga dihukumi baik (li al-wasā’il ukm al-maqāid). Kiranya, hati nurani manusia sepakat bahwa setiap kebaikan harus dipelihara dan dijaga. Setiap hal yang dilihat manusia sebagai sebuah kebaikan, maka hal tersebut juga merupakan kebaikan di sisi Allah. Ibnu Mas'ud berkata:


مَا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ

Artinya: “Sesuatu yang dipandang baik oleh manusia, maka Allah menilai baik pula.”


Adapun ketidakbolehan salam lintas agama bertolak dari adanya unsur penyerupaan terhadap kebiasaan yang menjadi ciri khas nonmuslim. Dalam salam lintas agama, salam menjadi simbol dari masing-masing agama yang ada. Terlebih pada salam agama Hindu yang mengandung unsur ketuhanan agama mereka. Salam tersebut berbunyi “Om Swastiastu”. 


Om merupakan istilah bagi kesatuan tuhan (Sang Hyang Widhi). Sedangkan, swastiastu merupakan gabungan dari kata su, asti, dan astu. Su artinya "baik", asti artinya "ada", dan astu artinya "semoga". Jika digabung, maka artinya “semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi. Praktik seperti ini dapat dikategorikan sebagai sikap tasyabbuh bi al-kuffār.


Ibnu Katsir dalam Tafsīr al-Qur’an al-`Aẓīm menjelaskan bahwa tasyabbuh mencakup berbagai hal yang menjadi ciri khas kelompok agama lain yang tidak disyariatkan bagi umat Islam. Baik berupa ucapan, tindakan, pakaian, hari raya, ibadah, dan lain sebagainya. 


«من تشبه بقوم فهو منهم» ففيه دلالة على النهي الشديد والتهديد والوعيد، على التشبه بالكفار في أقوالهم وأفعالهم، ولباسهم وأعيادهم، وعباداتهم وغير ذلك من أمورهم التي لم تشرع لنا 

Artinya: “‘Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari kaum tersebut.’ Dalam (hadis) tersebut terdapat petunjuk berupa larangan yang keras, intimidasi, dan ancaman pada penyerupaan terhadap orang-orang kafir, baik dalam ucapan, tindakan, pakaian, hari raya, ibadah, dan lain sebagainya yang menjadi kebiasaan mereka yang tidak disyariatkan bagi kita (umat Islam).”


Hal senada disampaikan oleh Prof. M. Quraish Shihab dalam buku Islam yang Disalahpahami. Menurut beliau, tasyabbuh mencakup pada hal-hal yang berkaitan dengan agama/akidah atau simbol-simbol keagamaan.


As-Suyuthi dalam aqīqah as-Sunnah wa al-Bid`ah menegaskan bahwa penyerupaan terhadap nonmuslim hukumnya haram meskipun tidak bermaksud menyerupai. Beliau mengatakan:


التشبه بالكافرين حرام وإن لم يقصد

Artinya: “Penyerupaan terhadap orang-orang kafir hukumnya haram meskipun tidak bermaksud (menyerupai).”


Perlu diperhatikan, bahwa menciptakan kerukunan tidak harus dengan salam lintas agama. Ada beragam alternatif yang diperbolehkan syariat dalam rangka menciptakan kerukunan. 


Sebagai alternatif, para pejabat dapat mengganti salam lintas agama dengan redaksi salam nasional, seperti “selamat pagi”, “salam sejahtera”, atau redaksi serupa yang tidak mengandung unsur ketuhanan serta bukan ciri khas agama lain. An-Nawawi dalam al-Ażkār menjelaskan bahwa mengucapkan salam pada nonmuslim diperbolehkan apabila ada kebutuhan dengan menggunakan redaksi-redaksi tertentu. An-Nawawi mengatakan:


قلت: هذا الذي قاله أبو سعد لا بأس به إذا احتاج إليه، فيقول: صبّحْتَ بالخير، أو السعادة، أو بالعافية، أوصبَّحَك الله بالسرور، أو بالسعادة والنعمة أو بالمسرّة أو ما أشبه ذلك.

Artinya: “Saya berpendapat, ‘apa yang dikatakan Abu Sa’d bahwa tidak apa-apa mengucapkan salam pada orang kafir apabila ada kebutuhan.’ Seseorang berkata ‘ṣabbata bi al-khayr, bi as-sa`ādah, bi al-‘āfiyah, atau ṣabbaḥaka Allah bi as-surūr, bi as-sa`ādah wa an-ni’mah, bi al-masarrah’, atau redaksi-redaksi yang serupa.”


Pendapat An-Nawawi ini secara implisit mengandung larangan mengucapkan salam lintas agama. Apabila dilakukan mafhūm awlawī dapat dipahami bahwa kebolehan menyapa nonmuslim saja dibatasi dengan redaksi-redaksi tertentu, maka bagaimana jika mengucapkan salam yang menjadi simbol serta mengandung unsur tuhan agama lain.


Alhasil, terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum salam lintas agama. Meskipun demikian, umat Islam harus menyikapi perbedaan ini dengan bijak. Salam lintas agama yang bertujuan menciptakan kerukunan antar umat beragama jangan sampai malah memicu perpecahan di tubuh umat Islam itu sendiri. 


Kita tahu bahwa toleransi dan kerukunan merupakan tuntunan Islam. Tetapi, perlu diperhatikan bahwa tidak semua praktik dalam toleransi ditoleransi oleh Islam.

 


Daftar Pustaka

Izzuddin bin Abd as-Salam, Qawā`id al-Aḥkām fī Maṣāliḥ al-Anām, (Kairo: Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyah, 1991,) Juz. 2, 204.

Ibnu Katsir, Tafsīr al-Qur’an al-`Aẓīm, (Riyadh: Dar Thayyibah, 1999), Juz. 1, 373-374.

M. Quraish Shihab, Islam yang Disalahpahami, (Tangerang: Lentera Hati, 2018), 349.

Jalaluddin as-Suyuthi, aqīqah as-Sunnah wa al-Bid`ah, (Riyadh: Mathabi` ar-Rasyid, 1988), 123.

Muhyiddin bin Yahya An-Nawawi, Al-Ażkār, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), 254


 

Posting Komentar

0 Komentar